Hari Raya Idul Fitri selalu menyimpan cerita tersendiri bagi Yu Cebret. Perempuan ini memiliki memori buruk tentang Lebaran saat dua puluh tahun lau. Setiap hari raya Idul Fitri, di daerah Yu Cebret yang memang tinggal di kampung, ada tradisi ujung alias berkeliling kampung untuk meminta maaf kepada para tetangga. Kalau ingat ujung, Yu Cebret selalu tersenyum mengingat kejadian ujung dua puluh tahun yang lalu.
Namanya di kampung, dua puluh tahun yang lalu tentu masih sedikit rumah yang sudah memiliki lantai keramik. Nah, kebetulan saat itu Yu Cebret pergi ujung dengan kedua orangtuanya dan adiknya, Gendhuk Nicole. Mereka berniat untuk ujung ke rumah Phil Kendhil, tuan tanah yang tanahnya digarap oleh Bapaknya Yu Cebret.
Pertama kali masuk rumah Phil kendhil, Yu Cebret langsung melompong, kagum dengan keindahan rumah itu. Rumah itu sudah berlantai keramik serta dilengkapi dengan kursi empuk seperti kursi kerajaan.
”Nduk, aku duluan ya yang ujung ke Pak Phil,” ujar Yu Cebret kepada Gendhuk Nicole.
“Beres, Yu,” jawab Gendhuk Nicole.
Tiba saat Yu Cebret untuk ujung kepada Phil Kendhil. Yu Cebret bangun dan mulai berjalan. Tiba-tiba terdengar suara settt…kedeblukkk alias suara orang jatuh. Ternyata yang jatuh adalah Yu Cebret.
Saking semangatnya, Yu Cebret terpeleset dan jatuh terduduk tepat di depan Phil Kendhil. Semua orang di ruangan itu tertawa terbahak-bahak. Akhirnya, dengan muka merah menahan malu, Yu Cebret segera menyodorkan tangan untuk ujung ke Phil Kendhil dan kembali berjalan dengan tertunduk ke tempat duduknya.
‘Ealah, dasar wong ndeso. Jalan di lantai keramik aja langsung kepleset,” ucap Yu Cebret.
“Makanya, ati-ati Yu,” ujar Gendhuk Nicole sambil meringis menahan geli. (Kiriman Pawit Mariyatun, Grabag, Magelang)